Hendaklah sekelompok orang benar-benar menghentikan pandangan matanya yang terangkat ke langit ketika berdoa dalam sholat atau hendaklah mereka benar-benar menjaga pandangan mata mereka." (HR. Muslim, Nasa'i dan Ahmad). Rasulullah juga melarang seseorang menoleh ke kanan atau ke kiri ketika sholat, beliau bersabda:

Eramuslim โ€“ Menghadap kiblat merupakan salah satu syarat sah shalat. Ketentuan tersebut ditegaskan dalam sejumlah dalil baik Alquran maupun hadis Rasulullah SAW. Dalam Alquran surat al-Baqarah ayat 144, Allah SWT berfirman, โ€Sungguh Kami sering melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjid al-Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.โ€ Perintah Sang Khalik itu diperkuat dengan hadis. Nabi Muhammad SAW bersabda, โ€œBila kamu hendak mengerjakan shalat, hendaklah menyempurnakan wudlu kemudian menghadap kiblat lalu takbir โ€ HR Bukhari dan Muslim. Atas dasar ayat Alquran dan hadis itulah para ulama, menurut asy-Syaukani, bersepakat bahwa menghadap ke Baitullah hukumnya wajib bagi orang yang melakukan shalat. Lalu timbul persoalan, apakah harus persis ke Baitullah atau boleh hanya ke perkiraan arahnya saja? Dalam konteks ini perlu dipahami bahwa agama Islam bukanlah agama yang sulit dan memberatkan. Namun demikian, perlu berusaha memadukan antara teks dan konteks agar pemahaman tentang arah kiblat mendekati kebenaran. Terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama ketika menentukan pusat arah yang dihadapi itu. Apakah yang dihadapi itu zat kiblat itu sendiri atau cukup dengan menghadap ke arahnya saja. Ensiklopedi Islam terbitan Ichtiar Baru van Hoeve, memaparkan pendapat beberapa imam mazhab. Halaman 1 2

Kitawajib segera melaksanakan shalat yang tertinggal karena tanpa udzur sebagai tekanan hukum. Mengurutkan dan mendahulukan shalat yang tertinggal dari shalat yang akan dilaksanakan, kecuali jika dikhawatirkan tertinggalnya shalat yang akan dilaksanakan. Dalam kondisi demikian shalat hadhirah wajib didahulukan.

SHALAT lima waktu merupakan salah satu ibadah yang wajib dikerjakan oleh seorang muslim. Dalam pelaksanaannya, ada aturan atau syarat-syarat sah ketika melakukan shalat. Salah satu larangan saat shalat adalah tidak boleh memandang ke atas ke langit-langit. Larangan saat shalat ini dijelaskan dalam Bulughul Maram karya Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani, dalam pembahasan Kitab Shalat. ุจูŽุงุจู ุงู„ุญูŽุซู‘ู ุนูŽู„ูŽู‰ ุงู„ุฎูุดููˆู’ุนู ูููŠ ุงู„ุตู‘ูŽู„ุงูŽุฉู Bab Dorongan untuk Khusyuk dalam Shalat. Tidak Boleh Memandang ke Atas Saat Shalat. ูˆูŽุนูŽู†ู’ ุฌูŽุงุจูุฑู ุจู’ู†ู ุณูŽู…ูุฑูŽุฉูŽ ุฑุถูŠ ุงู„ู„ู‡ ุนู†ู‡ ู‚ูŽุงู„ูŽ ู‚ูŽุงู„ูŽ ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‡ู ุตู„ู‘ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู‘ู… ู„ูŽูŠูŽู†ู’ุชูŽู‡ููŠู†ู‘ูŽ ุฃูŽู‚ู’ูˆุงู…ูŒ ูŠูŽุฑู’ููŽุนููˆู†ูŽ ุฃูŽุจู’ุตูŽุงุฑูŽู‡ูู…ู’ ุฅู„ู‰ ุงู„ุณู‘ู…ุงุกู ููŠ ุงู„ุตู‘ูŽู„ุงูŽุฉู ุฃูŽูˆู’ ู„ุงูŽ ุชูŽุฑู’ุฌูุนู ุฅูู„ูŽูŠู’ู‡ูู…ยป. ุฑูŽูˆูŽุงู‡ู ู…ูุณู’ู„ู…ูŒ. Dari Jabir bin Samurah radhiyallahu anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, โ€œHendaklah orang-orang yang memandang ke atas ke langit-langit saat shalat berhenti atau pandangan itu tidak kembali kepada mereka.โ€ HR. Muslim [HR. Muslim, no. 428] Foto Press of Atlantic City BACA JUGA Shalat Qobliyah Subuh dan 4 Keutamaannya Faedah hadits soal larangan saat shalat di atas adalah 1. Hadits larangan saat shalat ini dijadikan dalil diharamkannya mengangkat pandangan ke langit-langit memandang ke atas ketika shalat. Larangan seperti dalam hadits hanya ditemukan pada larangan haram. 2. Larangan shalat ini berlaku ketika berdiri, bangkit dari rukuk iktidal, atau di keadaan yang lain di dalam shalat. 3. Larangan shalat ini juga berlaku ketika berdoa dalam shalat. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ู„ูŽูŠูŽู†ู’ุชูŽู‡ููŠูŽู†ู‘ูŽ ุฃูŽู‚ู’ูˆูŽุงู…ูŒ ุนูŽู†ู’ ุฑูŽูู’ุนูู‡ูู…ู’ ุฃูŽุจู’ุตูŽุงุฑูŽู‡ูู…ู’ ุนูู†ู’ุฏูŽ ุงู„ุฏู‘ูุนูŽุงุกู ููู‰ ุงู„ุตู‘ูŽู„ุงูŽุฉู ุฅูู„ูŽู‰ ุงู„ุณู‘ูŽู…ูŽุงุกู ุฃูŽูˆู’ ู„ูŽุชูุฎู’ุทูŽููŽู†ู‘ูŽ ุฃูŽุจู’ุตูŽุงุฑูู‡ูู…ู’ โ€œHendaklah orang-orang yang memandang ke atas saat berdoa dalam shalat berhenti atau pandangan mereka akan dirampas.โ€ HR. Muslim, no. 429 Walaupun demikian, memandang ke langit-langit saat shalat tidaklah membatalkan shalat. Inilah pendapat yang lebih kuat. Memandang ke langit-langit menandakan tidak khusyuknya orang yang shalat. Memandang seperti ini berarti menjauh dari kiblat. Karena kiblat itu di hadapan orang yang shalat, bukan dengan memandang ke atas. Alasan lainnya, memandang ke atas tidak menunjukkan keadaan orang yang shalat, ia seperti dalam keadaan tidak shalat berada di luar shalat. Larangan saat Shalat Foto Outlook India Yang diperintahkan dalam shalat adalah memandang ke tempat sujud, baik ketika menjadi imam, makmum, atau shalat sendirian. Inilah pendapat jumhur ulama. Yang berbeda dalam hal ini adalah ulama Malikiyah yang memerintahkan melihat ke depan, bukan ke tempat sujud. Namun, yang lebih tepat adalah memandang ke tempat sujud sebagaimana praktik Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Yang dikecualikan dalam hal ini adalah keadaan saat tahiyat, pandangan orang yang shalat menghadap ke jari telunjuk yang jadi isyarat saat tahiyat. Cara ini berdasarkan hadits dari Abdullah bin Az-Zubair ketika menerangkan tata cara shalat Nabi shallallahu alaihi wa sallam, di mana disebutkan, โ€œPandangan beliau tidak melebihi isyarat beliau.โ€ HR. Abu Daud, no. 990; An-Nasai, 339; Ahmad, 2625; Ibnu Khuzaimah, no. 718,719. Syaikh Abdullah Al-Fauzan mengatakan bahwa hadits ini sahih. Mengenai hukum memandang ke atas ke langit saat berdoa di luar shalat, para ulama berbeda pendapat. Sebagian ulama menyatakan hukumnya makruh, sebagian ulama menyatakan boleh. Yang berpendapat bolehnya di antaranya adalah Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani. Menurut beliau, langit itu adalah kiblatnya doa, sebagaimana Kabah itu menjadi kiblat shalat. Namun, Syaikh Abdullah Al-Fauzan menguatkan pendapat yang menyatakan terlarang menghadapkan pandangan ke atas saat berdoa di luar shalat. Larangan saat Shalat Ilustrasi shalat. Foto Islampos BACA JUGA 5 Azab bagi Orang yang Meninggalkan Shalat Yang tepat, kiblat doa sama dengan kiblatnya shalat karena tiga alasan a pendapat yang menyatakan bahwa mengangkat pandangan ke langit saat berdoa tidaklah memiliki dalil pendukung yang kuat, termasuk tidak didukung contoh dari para salaf terdahulu; b yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam berdoa adalah menghadap kiblat sebagaimana doa Nabi shallallahu alaihi wa sallam saat shalat istisqaโ€™ minta hujan; c kiblat adalah arah dihadapkannya pandangan wajah, dilakukan ketika berdzikir, berdoa, dan menyembelih; arah kiblat bukanlah dengan pandangan atau tangan yang diangkat. [] SUMBER RUMAYSHO

Orangyang sakit wajib melaksanakan semua kewajiban shalat tepat pada waktunya sesuai menurut kemampu-annya sebagaimana kita jelaskan di atas. Tidak boleh sengaja mengakhirkannya dari waktu yang semestinya. Dan jika termasuk orang yang kesulitan berwudhu dia boleh menjamak shalatnya seperti layaknya seorang musafir. Menghadap kiblat merupakan salah satu syarat sah shalat. Ketentuan tersebut ditegaskan dalam sejumlah dalil baik Alquran maupun hadis Rasulullah SAW. Dalam Alquran surat al-Baqarah ayat 144, Allah SWT berfirman, ''Sungguh Kami sering melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjid al-Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.'' Perintah Sang Khalik itu diperkuat dengan hadis. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Bila kamu hendak mengerjakan shalat, hendaklah menyempurnakan wudlu kemudian menghadap kiblat lalu takbir " HR Bukhari dan Muslim. Atas dasar ayat Alquran dan hadis itulah para ulama, menurut asy-Syaukani, bersepakat bahwa menghadap ke Baitullah hukumnya wajib bagi orang yang melakukan shalat. Lalu timbul persoalan, apakah harus persis ke Baitullah atau boleh hanya ke perkiraan arahnya saja? Dalam konteks ini perlu dipahami bahwa agama Islam bukanlah agama yang sulit dan memberatkan. Namun demikian, perlu berusaha memadukan antara teks dan konteks agar pemahaman tentang arah kiblat mendekati kebenaran. Terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama ketika menentukan pusat arah yang dihadapi itu. Apakah yang dihadapi itu zat kiblat itu sendiri atau cukup dengan menghadap ke arahnya saja. Ensiklopedi Islam terbitan Ichtiar Baru van Hoeve, memaparkan pendapat beberapa imam mazhab. Menurut Imam Syafi'i, orang yang melakukan shalat wajib mengarah pasda zat Ka'bah. Sedangkan orang yang jauh dari Ka'bah cukup dengan memperkirakan saja. Akan tetapi, ada riwayat lain yang mengatakan bahwa Imam Syafi'i membolehkan orang shalat hanya menghadap ke arah ka'bah, bukan pada zatnya. Riwayat itu diterima dari al-Muzanni, murid Imam Syafi'i. Dari dua pendapat yang diriwayatkan dari Imam Syafi'i itu, pendapat pertama ternyata lebih popuper. Lalu bagaimana dengan imam-imam yang lain? Imam-imam mujtahid lainnya seperti Imam Hanafi, Imam Malik dan Imam Hanbali , mewajibkan orang yang jauh dari Ka'bah untuk menghadap ke arah Ka'bah saja. Alasannya, tak mungkin bagi orang yang jauh dari Ka'bah untuk menghadap ke zat Ka'bah itu sendiri. Jika seseorang melakukan shalat di tempat yang sangat gelap, menurut para Imam, boleh menghadap ke arah yang diyakini. Shalatnya dinyatakan sah, asalkan dia telah melakukan shalat tersebut. Akan tetapi, jika ketika selesai shalat mengetahui bahwa arah kiblat yang dihadapinya salah, maka shalatnya wajib di ulangi, kalau masih ada waktu. Itulah pendapat Imam Syafi'i, ulama Hanafiah dan ulama Kufah pada umumnya. Akan tetapi, as-San'ani ahli fikih dan hadis serta asy-Syaukani memandang shalat yang telah dikerjakan itu tak perlu diulang, karena sah. sumber Harian RepublikaBACA JUGA Update Berita-Berita Politik Perspektif Klik di Sini HukumShalat Shalat hukumnya fardhu bagi setiap orang yang beriman, baik laki-laki maupun perempuan. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memerintahkan kita untuk mendirikan shalat, sebagai-mana disebutkan dalam beberapa ayat Al-Qur'anul Karim. Di antaranya adalah firman Allah Ta'ala: 103. Pertanyaan Apa kondisi-kondisi yang memungkinkan merubah arah kiblat? Teks Jawaban penanya ingin mengetahui kondisi yang gugur di dalamnya menghadap kiblat dalam shalat. Dan shalatnya sah tanpa menghadap kiblat. Diantara syarat sahnya shalat adalah menghadap kiblat, tidak sah shalat kecuali dengannya karena Allah Taโ€™ala memerintahkan dan mengulangi perintahnya dalam Qurโ€™an Karim dimana Allah berfirman ูˆูŽู…ูู†ู’ ุญูŽูŠู’ุซู ุฎูŽุฑูŽุฌู’ุชูŽ ููŽูˆูŽู„ู‘ู ูˆูŽุฌู’ู‡ูŽูƒูŽ ุดูŽุทู’ุฑูŽ ุงู„ู’ู…ูŽุณู’ุฌูุฏู ุงู„ู’ุญูŽุฑูŽุงู…ู ูˆูŽุญูŽูŠู’ุซู ู…ูŽุง ูƒูู†ู’ุชูู…ู’ ููŽูˆูŽู„ู‘ููˆุง ูˆูุฌููˆู‡ูŽูƒูู…ู’ ุดูŽุทู’ุฑูŽู‡ู ุงู„ุจู‚ุฑุฉ/144 โ€œPalingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.โ€ QS. Al-baqarah 144 maksudnya arahnya. Dahulu Nabi sallallahu alaihi wa sallam pertama kali tiba di Madinah shalat menghadap ke Baitul Maqdis, sehingga Kaโ€™bah dibelakang punggungnya dan Syam di arah wajahnya. Akan tetapi setelah itu, beliau mengharap agar Allah Subhanahu wa Taโ€™ala mensyareatkan berlaianan dengan hal itu. Sehingga seringkali wajahnya menengadah ke langit menunggu Jibril menurunkan wahyu kepadanya agar menghadap ke Kaโ€™bah sebagaimana firman Allah ู‚ูŽุฏู’ ู†ูŽุฑูŽู‰ ุชูŽู‚ูŽู„ู‘ูุจูŽ ูˆูŽุฌู’ู‡ููƒูŽ ูููŠ ุงู„ุณู‘ูŽู…ูŽุงุกู ููŽู„ูŽู†ููˆูŽู„ู‘ููŠูŽู†ู‘ูŽูƒูŽ ู‚ูุจู’ู„ูŽุฉู‹ ุชูŽุฑู’ุถูŽุงู‡ูŽุง ููŽูˆูŽู„ู‘ู ูˆูŽุฌู’ู‡ูŽูƒูŽ ุดูŽุทู’ุฑูŽ ุงู„ู’ู…ูŽุณู’ุฌูุฏู ุงู„ู’ุญูŽุฑูŽุงู…ู ุงู„ุจู‚ุฑุฉ/144 โ€œSungguh Kami sering melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram.โ€ QS. Al-Baqara 144 Maka Allah memerintahkan menghadap wajahnya ke Masjidil Haram maksudnya arahnya, melainkan dikecualikan hal itu dalam tiga permasalahan Permasalahan pertama kalau tidak mampu seperti sakit dan wajahnya ke selain kiblat dan dia tidak mampu mengarahkan ke kiblat. Maka menghadap kiblat baginya gugur dalam kondisi seperti ini berdasarkan firman Taโ€™ala Bertakwalah kepada Allah semampu anda,โ€ QS. At-Tagobun 16. Dan firman Taโ€™ala โ€œAllah tidak membebani jiwa kecuali sesuai dengan kemampuannya.โ€ QS. Al-Baqarah 286. Juga sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam ุฅูุฐูŽุง ุฃูŽู…ูŽุฑู’ุชููƒูู…ู’ ุจูุฃูŽู…ู’ุฑู ููŽุฃู’ุชููˆุง ู…ูู†ู’ู‡ู ู…ูŽุง ุงุณู’ุชูŽุทูŽุนู’ุชูู…ู’ ุฑูˆุงู‡ ุงู„ุจุฎุงุฑูŠ 7288 ูˆู…ุณู„ู… 1337 โ€œKalau saya perintahkah kamu semua dengan suatu perintah, maka lakukan sesuai dengan kemampuan kamu semua.โ€ HR. Bukhori, 7288 dan Muslim, 1337. Permasalahan kedua kalau dalam kondisi sangat ketakutan seperti seseorang lari dari musuh atau lari dari binatang buas atau lari dari banjir yang menenggelamkannya. Maka disini menunaikan shalat kemana saja wajah menghadap. Dalilnya firman Allat Taโ€™ala ููŽุฅูู†ู’ ุฎููู’ุชูู…ู’ ููŽุฑูุฌูŽุงู„ุงู‹ ุฃูŽูˆู’ ุฑููƒู’ุจูŽุงู†ุงู‹ ููŽุฅูุฐูŽุง ุฃูŽู…ูู†ู’ุชูู…ู’ ููŽุงุฐู’ูƒูุฑููˆุง ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ูŽ ูƒูŽู…ูŽุง ุนูŽู„ู‘ูŽู…ูŽูƒูู…ู’ ู…ูŽุง ู„ูŽู…ู’ ุชูŽูƒููˆู†ููˆุง ุชูŽุนู’ู„ูŽู…ููˆู†ูŽ ุงู„ุจู‚ุฑุฉ/239 . โ€œJika kamu dalam keadaan takut bahaya, maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah shalatlah, sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.โ€ QS. Al-Baqarah 239. Firman-Nya ููŽุฅูู†ู’ ุฎููู’ุชูู…ู’โ€ Jika kamu dalam keadaan takut bahayaโ€ umum mencakup semua jenis ketakutan. Dan firman-Nya โ€œKemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah shalatlah, sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.โ€ Menunjukkan bahwa zikir apapun yang ditinggalkan seseorang karena ketakutan, maka hal itu tidak mengapa. Diantara hal itu adalah menghadap kiblat. Menunjukkan juga dari dua ayat mulia tadi dan hadits nabawi bahwa kewajiban tergantung dari kemampuan. Permasalahan ketiga shalat sunah dalam safar baik di atas kapal terbang atau mobil atau di atas unta. Maka dia shalat kemana saja wajahnya menghadap dalam shalat sunah seperti witir, dzuha dan semisal itu. Orang musafir hendaknya menunaikan semua shalat sunah seperti benar-benar orang mukim kecuali sunah rowatib seperti rawatib Zuhur, magrib, Isyaโ€™. Yang sesuai sunah adalah meninggalkannya. Kalau ingin menunaikan shalat sunah sementara dia dalam kondisi safar, maka hendaknya dia menunaikan sunah dimana saja menghadap wajahnya. Hal itu yang telah ada ketetapan dalam Shohehahin dari Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam. Inilah tiga permasalahan tidak diwajibkan menghadap kiblat. Sementara yang tidak mengetahui maka dia wajib menghadap kiblat. Akan tetapi ketika dia berijtihad, dan mencari-cari kemudian ternyata dia salah setelah berijtihad, maka dia tidak perlu mengulanginya. Kita tidak mengatakan, โ€œDia gugur menghadap kiblat, bahkan dia wajib menghadap kiblat dan berusaha semampunya untuk mencarinya. Ketika berusaha mencari sesuai dengan kemampuannya kemudian ternyata salah, maka dia tidak perlu mengulangi shalatnya. Dalil akan hal itu adalah bahwa para shahabat yang tidak mengetahui perubahan kiblat ke Kaโ€™bah, mereka shalat hari itu shalat Fajar di Masjid Qubaโ€™, kemudian ada seseorang datang seraya mengatakan, โ€œSesungguhnya Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam telah diturunkan malam ini wahyu Qurโ€™an. Dan diperintahkan untuk menghadap Kaโ€™bah. Maka mereka mengahadapnya. Dahulu wajah mereka menghadap ke Syam, kemudian mereka berputar ke Kaโ€™bah.โ€™ HR. Bukhori, 403 dan Muslim, 526. Sebelumnya Kaโ€™bah dibelakang mereka, dijadikan di depannya. Mereka berputar dan terus melanjutkan shalatnya. Ini terjadi pada masa Nabi sallallahu alaihi wa sallam. Dan tidak ada pengingkaran, maka hal itu menjadi disyareatkan. Maksudnya kalau seseorang salah dalam kiblat karena tidak tahu, maka dia tidak perlu mengulanginya. Akan tetapi ketika mengetahui hal itu di sela-sela shalat, maka dia wajib menghadap kiblat. Maka menghadap kiblat termasuk salah satu syarat shalat tidak sah kecuali dengannya dalam tiga tempat. Kecuali kalau seseorang telah berijtihad dan berhati-hati.โ€ Selesai Majmu Fatawa Ibnu Utsaimin, 12/433-435. Wallahu aโ€™lam . SungguhKami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. (Al Baqarah:144) Sebelumnya: Pemindahan Kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka'bah. Al-Barra melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu Nabi ๏ทบ menghadapkan wajahnya ke arah kiblat.
Shalattidak akan sah kecuali jika memenuhi syarat-syarat, rukun-rukun dan hal-hal yang wajib ada padanya serta menghindari hal-hal yang akan membatalkannya. Adapun syarat-syaratnya ada sembilan: 1. Islam, 2. Berakal, 3. Tamyiz (dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk), 4. Menghilangkan hadats, 5. Menghilangkan najis, 6. Menutup aurat, 7.
Yang termasuk perbuatan bid'ah adalah was-was (selalu ragu) sewaktu berniat sholat. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang keras menengadah ke langit (ketika sholat). Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Adapun bagi imam dan orang yang sholat sendiri, maka
Sesungguhnyashalat termasuk salah satu rukun Islam yang sangat agung. "Dalam hadits ini terdapat larangan yang kuat dan ancaman yang keras atas perbuatan itu. Dan telah dinukil adanya ijma' (konsensus) atas larangan hal tersebut. 'Para ulama berbeda pendapat dalam kemakruhan menengadah pandangan ke langit ketika berdoa di luar waktu
hQDnzI.
  • ace0vh9e6h.pages.dev/91
  • ace0vh9e6h.pages.dev/352
  • ace0vh9e6h.pages.dev/437
  • ace0vh9e6h.pages.dev/67
  • ace0vh9e6h.pages.dev/217
  • ace0vh9e6h.pages.dev/293
  • ace0vh9e6h.pages.dev/345
  • ace0vh9e6h.pages.dev/254
  • menengadah ke langit ketika shalat termasuk perbuatan yang hukumnya